Pages

Sabtu, 14 Desember 2013

Sebagian Kecil Kenangan Sekolah Dasarku

Saya Rena, gadis berhijab yang sedikit cerewet dan memiliki perawakan tinggi besar. Tinggi saya berkisar antara 165 cm dengan berat 50 kg. Saya bersekolah di salah satu SMP yang berada di Malang pada bangku 3SMP.
Terkadang saat jam kosong, terlintas kenangan Sekolah Dasar. Kerinduan terhadap sahabat-sahabat lama membuat saya menginginkan untuk kembali ke masa-masa itu.
Masa-masa itu merupakan tahapan sekolah yang mungkin belum memiliki beban. Saya bisa tertawa lepas  tanpa masalah, bermain sambil berlari mengejar sesuatu yang mungkin tidak penting dan terkadang menangis tanpa sebab.

Saat pertama masuk sekolah, saya merasa asing dan aneh dengan keadaan itu. Saya merasa sendiri tanpa mengenal seorangpun. Teman, guru dan suasana baru inilah yang membuat saya harus menyesuaikan diri dengan keadaan saat itu. Meskipun saya tau, saya tak secepat anak-anak lain melakukan itu, tapi saya bertekad untuk melakukannya.
Bangku kayu berwarna coklat yang berada di depan, deretan ketiga dari kanan telah saya pilih pada saat itu. Sambil duduk manis dibangku itu, saya mengikuti proses perkenalan awal dengan wajah polos dan lugu. Perasaan gembira dan bingung yang bercampur menjadi satu menyelimuti perasaan saya.
Pada hari itu, saya mengenal sosok perempuan tinggi berkulit coklat yang ceria dan penuh semangat. Devi, begitulah namanya saat kami mengawali percakapan di bangku yang dipersatukan wali kelas saat itu. Dari bangku yang dipersatukan itulah, saya mengenal sosok Devi lebih dekat. Karena masih pertama masuk dan jadwal pelajaran juga belum benar-benar terpakai, kami pulang pagi dan bersiap untuk pelajaran yang baru dimulai besok.
Keesokan harinya, saya datang sebelum bel masuk dan ternyata Devi juga telah datang. sayapun menyapanya “Hai, Dev. Selamat pagi” “Eh, pagi juga, Ren. Sudah datang?”, balasnya. “Ini sudah ada disini. Berarti sudah datang dong haha.” Begitulah kira-kira percakapan kami pagi itu. Kamipun bercerita dan bergurau sambil menunggu bel masuk. Dari bercerita, aku mengetahui kalau Devi adalah cucu dari wali kelasku. Saat kami mulai lebih mengenal satu sama lain, bel masuk berbunyi dan  kami memutuskan untuk melanjutknnya nanti pada saat jam istirahat.
Seiring berjalannya waktu, kami selalu bersama. Terkadang ada suatu hal yang membuat kami harus melalui perdebatan, tapi semua itu bisa kami lalui dengan baik.
Hingga sampai kami menginjak bangku kelas 5. Kami mendapatkan teman baru. Dia anak pindahan dari Surabaya. Bisa dibilang, dia lebih ceria dari Devi. Badannya mungil, kulitnya sawo matang. Berlinda namanya. Entah apa yang membuat saya dekat dengannya hanya dalam waktu beberapa hari. Mungkin karena dia dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan teman-teman dan lingkungan barunya itu. Berlinda juga menjadi dekat dengan saya. Bahkan, saat itu saya lebih dekat dengannya dibandingkan dengan Devi. Mungkin Devi merasa sudah tak saya anggap lagi, Devi menghindar dan tidak lagi menyapa saya. Saya bingung dan mencoba menanyakan kepada Berlinda, ada apa dengan Devi, tetapi dia juga tidak mengetahuinya. Karena penasaran, saya menanyakan langsung pada Devi. Awalnya dia tidak menjawab, tetapi setelah saya desak dengan lembut untuk berterus terang, dia menjawab juga. Dia mengatakan bahwa, dia merasa terabaikan setelah kehadiran Berlinda. Sayapun tertawa dan mengatakan, “Dev, Dev. Saya kira ada apa denganmu, ternyata hanya Karena kamu berfikir bahwa saya tidak lagi memedulikanmu ya. Tenang saja. Saya dan kamu tetap bersahabat walaupun ada orang baru yang masuk dalam kita. Kita bertiga bisa bersahabat kan?” “Saya jadi merasa bersalah, Dev. Maaf ya”, sambung Berlinda. “Enggak, Ber. Kamu enggak salah. Mungkin saya yang terlalu berlebihan”, jawab Devi sambil tersenyum. “Sudah.. Sudah. Sekarang tidak ada masalah lagi kan? Sekarang kita bisa bersahabat, bukan?” kata Rena bersemangat. “Tentu!”, Devi dan Berlinda menyahut kencang penuh semangat.
Dari situ, kami bertiga selalu bersama-sama, juga dengan teman-teman lainnya hingga kelas 6. UN pun semakin dekat. Kami semua mempersiapkan dengan sungguh-sungguh. Kami bertekad lulus dengan nilai yang memuaskan.
UN pun terlewati dengan lancar. Sekarang kami hanya menunggu pengumuman hasil UN yang telah kami laksanakan 3 hari berturut-turut. Sambil menunggu hari pengumuman. Kami semua mempersiapkan hari perpisahan. Dari paduan suara, pengisi acara sampai prosesi wisuda. Kami berlatih sungguh-sungguh agar nanti dapat menjadi kesan terakhir yang baik dan tak terlupakan.
Hari pengumuman pun tiba. Saya berangkat ke sekolah dengan perasaan deg-degan, khawatir dan takut yang bercampur menjadi satu. Setiba saya dan teman-teman kelas 6 semua di sekolah, kami dibagikan selembar kertas yang berisikan hasil nilai UN kami. Perlahan-lahan saya buka lembaran itu. Saya terkejut dan langsung berteriak heboh dengan teman-teman sekelas. Hasilnya tidak mengecewakan, begitu juga dengan Devi dan Berlinda. Kami sukses untuk UN pertama kami.

Keesokannya, hari perpisahan. Kemarin saya merasakan takut dan khawatir, tapi hari ini saya merasakan sedih yang sungguh dalam. Saya akan berpisah dengan teman-teman, khususnya Devi dan Berlinda. Acara perpisahan berlangsung lancar. Di dalam rangkaian acara yang telah disusun, banyak peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dilupakan salah satunya, kami bernyanyi dan bermain bersama-sama. Kami menghabiskan waktu di acara perpisahan itu dengan meriah dan seru. Hingga akhir acara, kami menyempatkan foto bersama untuk kenang-kenangan. Kami berpisah disini untuk menempuh kesuksesan-kesuksesan besar yang telah menunggu kami. Kami bertekad untuk tidak akan melupakan semua kenangan yang telah kami buat disini, di sekolah dasar tercinta kami.

0 komentar:

Posting Komentar