Saya
Rena, gadis berhijab yang sedikit cerewet dan memiliki perawakan tinggi besar.
Tinggi saya berkisar antara 165 cm dengan berat 50 kg. Saya bersekolah di salah
satu SMP yang berada di Malang pada bangku 3SMP.
Terkadang
saat jam kosong, terlintas kenangan Sekolah Dasar. Kerinduan terhadap
sahabat-sahabat lama membuat saya menginginkan untuk kembali ke masa-masa itu.
Masa-masa
itu merupakan tahapan sekolah yang mungkin belum memiliki beban. Saya bisa
tertawa lepas tanpa masalah, bermain
sambil berlari mengejar sesuatu yang mungkin tidak penting dan terkadang
menangis tanpa sebab.
Saat
pertama masuk sekolah, saya merasa asing dan aneh dengan keadaan itu. Saya
merasa sendiri tanpa mengenal seorangpun. Teman, guru dan suasana baru inilah
yang membuat saya harus menyesuaikan diri dengan keadaan saat itu. Meskipun
saya tau, saya tak secepat anak-anak lain melakukan itu, tapi saya bertekad
untuk melakukannya.
Bangku
kayu berwarna coklat yang berada di depan, deretan ketiga dari kanan telah saya
pilih pada saat itu. Sambil duduk manis dibangku itu, saya mengikuti proses
perkenalan awal dengan wajah polos dan lugu. Perasaan gembira dan bingung yang
bercampur menjadi satu menyelimuti perasaan saya.
Pada
hari itu, saya mengenal sosok perempuan tinggi berkulit coklat yang ceria dan
penuh semangat. Devi, begitulah namanya saat kami mengawali percakapan di
bangku yang dipersatukan wali kelas saat itu. Dari bangku yang dipersatukan
itulah, saya mengenal sosok Devi lebih dekat. Karena masih pertama masuk dan
jadwal pelajaran juga belum benar-benar terpakai, kami pulang pagi dan bersiap
untuk pelajaran yang baru dimulai besok.
Keesokan
harinya, saya datang sebelum bel masuk dan ternyata Devi juga telah datang.
sayapun menyapanya “Hai, Dev. Selamat pagi” “Eh, pagi juga, Ren. Sudah
datang?”, balasnya. “Ini sudah ada disini. Berarti sudah datang dong haha.”
Begitulah kira-kira percakapan kami pagi itu. Kamipun bercerita dan bergurau
sambil menunggu bel masuk. Dari bercerita, aku mengetahui kalau Devi adalah
cucu dari wali kelasku. Saat kami mulai lebih mengenal satu sama lain, bel
masuk berbunyi dan kami memutuskan untuk
melanjutknnya nanti pada saat jam istirahat.
Seiring
berjalannya waktu, kami selalu bersama. Terkadang ada suatu hal yang membuat
kami harus melalui perdebatan, tapi semua itu bisa kami lalui dengan baik.
Hingga
sampai kami menginjak bangku kelas 5. Kami mendapatkan teman baru. Dia anak
pindahan dari Surabaya. Bisa dibilang, dia lebih ceria dari Devi. Badannya
mungil, kulitnya sawo matang. Berlinda namanya. Entah apa yang membuat saya
dekat dengannya hanya dalam waktu beberapa hari. Mungkin karena dia dapat
dengan cepat menyesuaikan diri dengan teman-teman dan lingkungan barunya itu.
Berlinda juga menjadi dekat dengan saya. Bahkan, saat itu saya lebih dekat
dengannya dibandingkan dengan Devi. Mungkin Devi merasa sudah tak saya anggap
lagi, Devi menghindar dan tidak lagi menyapa saya. Saya bingung dan mencoba
menanyakan kepada Berlinda, ada apa dengan Devi, tetapi dia juga tidak
mengetahuinya. Karena penasaran, saya menanyakan langsung pada Devi. Awalnya
dia tidak menjawab, tetapi setelah saya desak dengan lembut untuk berterus
terang, dia menjawab juga. Dia mengatakan bahwa, dia merasa terabaikan setelah
kehadiran Berlinda. Sayapun tertawa dan mengatakan, “Dev, Dev. Saya kira ada
apa denganmu, ternyata hanya Karena kamu berfikir bahwa saya tidak lagi
memedulikanmu ya. Tenang saja. Saya dan kamu tetap bersahabat walaupun ada
orang baru yang masuk dalam kita. Kita bertiga bisa bersahabat kan?” “Saya jadi
merasa bersalah, Dev. Maaf ya”, sambung Berlinda. “Enggak, Ber. Kamu enggak
salah. Mungkin saya yang terlalu berlebihan”, jawab Devi sambil tersenyum.
“Sudah.. Sudah. Sekarang tidak ada masalah lagi kan? Sekarang kita bisa bersahabat,
bukan?” kata Rena bersemangat. “Tentu!”, Devi dan Berlinda menyahut kencang
penuh semangat.
Dari
situ, kami bertiga selalu bersama-sama, juga dengan teman-teman lainnya hingga
kelas 6. UN pun semakin dekat. Kami semua mempersiapkan dengan sungguh-sungguh.
Kami bertekad lulus dengan nilai yang memuaskan.
UN
pun terlewati dengan lancar. Sekarang kami hanya menunggu pengumuman hasil UN
yang telah kami laksanakan 3 hari berturut-turut. Sambil menunggu hari
pengumuman. Kami semua mempersiapkan hari perpisahan. Dari paduan suara,
pengisi acara sampai prosesi wisuda. Kami berlatih sungguh-sungguh agar nanti
dapat menjadi kesan terakhir yang baik dan tak terlupakan.
Hari
pengumuman pun tiba. Saya berangkat ke sekolah dengan perasaan deg-degan,
khawatir dan takut yang bercampur menjadi satu. Setiba saya dan teman-teman
kelas 6 semua di sekolah, kami dibagikan selembar kertas yang berisikan hasil
nilai UN kami. Perlahan-lahan saya buka lembaran itu. Saya terkejut dan
langsung berteriak heboh dengan teman-teman sekelas. Hasilnya tidak
mengecewakan, begitu juga dengan Devi dan Berlinda. Kami sukses untuk UN
pertama kami.
Keesokannya,
hari perpisahan. Kemarin saya merasakan takut dan khawatir, tapi hari ini saya
merasakan sedih yang sungguh dalam. Saya akan berpisah dengan teman-teman,
khususnya Devi dan Berlinda. Acara perpisahan berlangsung lancar. Di dalam
rangkaian acara yang telah disusun, banyak peristiwa-peristiwa yang tidak dapat
dilupakan salah satunya, kami bernyanyi dan bermain bersama-sama. Kami menghabiskan
waktu di acara perpisahan itu dengan meriah dan seru. Hingga akhir acara, kami
menyempatkan foto bersama untuk kenang-kenangan. Kami berpisah disini untuk
menempuh kesuksesan-kesuksesan besar yang telah menunggu kami. Kami bertekad
untuk tidak akan melupakan semua kenangan yang telah kami buat disini, di
sekolah dasar tercinta kami.
0 komentar:
Posting Komentar