Pages

Jumat, 04 Juli 2014

Tak Selamanya Bungkam Tak Bisa di Mengerti

Terimakasih untuk berada disisiku, sekarang.
Hai, kamu. Bagaimana sukadukamu selama bersamaku? Bersamaku dalam diam tanpa mengungkapkan perasaan yang kamu rasakan dan begitu pula sebaliknya yang terjadi padaku. Tersiksa kah kamu selama ini dalam kediaman itu? Kita yang tak pernah sanggup untuk saling mengungkapkan dan menceritakan segala yang terjadi, mungkin terasa datar dan tak berasa. Ya, aku merasakan itu selama beberapa bulan kebelakang. Belum lagi ditambah kita yang pernah lost contact sekian lama dan jarang bertemu. Flat. Apakah kamu tak pernah berpikir, bahwa kita sebenarnya tak pernah mengalami kemarahan hebat yang biasanya memang dihindari oleh sebuah hubungan.Tapi entah mengapa, aku menginginkan kemarahan itu, pertengkaran yang membuat kita sedikit mengalami perdebatan kecil;tanpa ada kata 'terserah' dan kita mampu untuk mengatasi itu bersama.
Hey, kita tak pernah melakukan itu. Kita selalu saja menyebut kata 'terserah' dan mengakhiri perselisihan dengan mengomel didalam hati (kuyakin ini terjadi padamu). Tapi tunggu, bukankah keinginanku tadi itu mainstream? terlalu biasa dilakukan oleh sepasangkah keinginan itu? Mungkin, ya. Oke, aku berubah pikiran. Kita tak perlu seperti keinginan mainstreamku itu. Kurasa, kita cukup menjadi 'kita' yang berbeda dari mereka. Karena beda berarti spesial. :)

Kita tengah menjajaki hidup secara perlahan. Seiring penjajakan itu, kitapun harus berpisah (sekolah). Ya, hanya berpisah sekolah  kelihatannya. Tapi bisakah kita saling menjaga hati yang terlalu sering untuk memilih bungkam daripada mengungkapkan yang kita rasakan dalam bentang yang (memaksa) memisahkan kita? Sanggupkah kamu menjaga hatimu untukku tanpa melihat siapapun sebagai wanita dan selalu tetap membanggakan aku sebagai wanitamu? Dan mampukah aku untuk menutup hatiku bagi siapa-siapa saja nanti yang ingin mencoba masuk kedalamnya? Bisakah kita? Aku tak yakin untuk mengucap YA dengan lantang dan penuh percaya diri. Tapi dalam hati kecilku, aku mengingkan kita agar mampu dan sanggup melewati segalanya. Aku menginkan agar kita bisa bersama tak peduli bentangan apapun yang akan berusaha melintang diantara kita. Kalau boleh jujur, aku tak peduli dengan bentangan sebesar apapun asal kamu juga masih ingin bersamaku dan mau untuk berjuang melawannya bersamaku. Berlebihan? Memang.

Kita yang lebih sering memendam tanpa mampu mengungkap, kadang membuatku merasa awkward dan entah harus bagaimana. Melihat sikapmu yang sebentar dingin, sebentar menghangatkan dan terkadang mengesalkan, membuatku merasa aku harus mengerti dan paham bagaimana kamu yang 'sebenarnya'. Aku selalu berusaha untuk meyakinkan diriku bahwa kamu mungkin tengah berada diposisi yang tak pernah kumengerti rasanya. Aku selalu berusaha untuk menghadapi setiap perubahan-perubahanmu itu. Dan aku mulai terbiasa. Dalam kebungkaman itu pula, tak jarang kita saling menunggu dan menanti kabar tanpa ada yang berani untuk memulai. Dan berakhir menyalahkan saat salah satu diantara kita mulai memberanikan diri untuk sekedar menyapa duluan.


Maaf, untuk segala sifat dan kelakuanku yang tak pernah kamu sukai. Tapi tak bisakah kamu untuk menerima itu dan mencoba untuk menghadapi semua itu? Aku (pasti) akan mengubah diriku menjadi yang lebih baik;tanpa perlu kau minta. Dan pahamlah satu hal, aku memiliki rindu yang teramat besar  untukmu (namun, aku sudah terbiasa untuk memendam dan menahannya sendiri) dan apabila aku tak memiliki rasa sayang (yang teramat besar pula) maka tak akan pernah mungkin aku memiliki rindu sebesar itu yang kusimpan rapi untukmu. Pahamilah itu dan yakinlah padanya. Hilangkan semua ragumu akan diriku, selama kamu yakin pada dirimu sendiri yang (basicly) kau berikan untukku.


dari orang yang kauragukan keberadannya,
yang tak mampu menceritakan isi-hatinya secara langsung padamu.

aku~

0 komentar:

Posting Komentar