Hai, Hujan. Kehadiranmu
seringkali kutunggu. Tapi kadangkala, kehadiranmu meninggalkan respon yang
buruk di sebagian orang. Aku juga sering mengeluh kepada penciptamu ketika kau
dijatuhkan disaat yang tidak tepat. Namun, disaat-saat tertentu aku merasakan
kehadiranmu merupakan sebuah karunia indah Tuhan.
Dengan
kehadiranmu (yang tepat) entahlah..
Seringkali membawa dan menggiring kenangan
lalu yang entah baik atau buruk. Kenangan yang hanya menyisakan sejarah kuno
yang telah mati dan tidak mungkin bangkit dan hidup kembali. Mungkin bila saat
kau melihat benakku, kau akan menemukan pertanyaan aneh yang tak sanggup
kutanyakan padamu atau pada penciptamu. Mengapa kau selalu saja membawa sejarah
itu dengan seenaknya?. Mengapa disetiap saat ku menatapmu dan memandangmu lebih
jauh, kau selalu saja membuatku untuk membongkar paksa kunci-kunci pertahanan
yang telah kurapatkan sebelum menatapmu?
Ah,
hujan. Kekuatanmu sungguh membuatku lemah untuk menahan semua pertahananku.
membuatku selalu gagal dalam setiap usahaku bangkit dari kematian sejarah. Bisakah
kau hanya hadir dengan pesona yang kusuka saja ;bau tanah, udara dingin, suara
gemericik air. Tanpa menyeret kematian sejarah yang jelas akan mengembalikan
kenangan kedalam memori?
Tapi,
Hujan. Tetaplah menjadi suatu perantara untuk mengembalikan memori-memori lama
yang ada saat sejarah masih hidup. Saat sejarah belum mati dan menyisakan
tangis bagi yang menyayanginya. Tapi, bisakah kau menyeretnya tidak hanya
kepada orang-orang yang menyayanginya? Bisakah kau menyeretnya kepada
orang-orang yang membenci hal yang telah mati itu dan membuat mereka
menyayanginya? Kumohon .
0 komentar:
Posting Komentar